Home » » Burung Hantu (Tyto alba) Pengendali Tikus yang Ramah Lingkungan

Burung Hantu (Tyto alba) Pengendali Tikus yang Ramah Lingkungan

Written By portalpertanianjuwiring.blogspot.com on Jumat, 14 Desember 2012 | 22.04



I.       PENDAHULUAN
1.1.    Latar Belakang

     Siapa yang tidak kenal tikus? Hewan ini mudah ditemui disekitar kita. Tapi bila tikus muncul dan berkembang biak di area pertanian dan perkebunan, hewan ini bisa menjadi hama yang menakutkan bagi petani, Kehadirannya harus diberantas, baik dengan pengasapan, yang biasa dikombinasi dengan penggeropyokan atau dengan racun tikus.

     Lalu bagaimana dengan upaya pemberantasan hama tikus? Berbagai cara pendekatan telah banyak diupayakan dalam memberantas hama tikus ini. Mulai dari pengunaan racun tikus (rodentisida) hingga metode yang alami, yaitu dengan memanfaatkan kehadiran burung hantu (barn owl).

     Teknologi pengendalian tikus ada banyak ragamnya, seperti teknik jantan mandul, pengusiran dengan suara (biosonik), secara fisik mekanik (gropyokan, jebakan),kimiawi (peracunan dengan rodentisida) dan menggunakan musuh alami. Namun pada kenyataannya sampai saat ini tekanan pengendalian masih tertumpu kepada keampuhan penggunaan rodentisida kimia.

     Pengendalian hama menggunakan musuh alami dengan memanfaatkan burung hantu ini memiliki banyak keuntungan. Selain tidak mengotori lingkungan dengan racun ataupun zat polutan lainnya, kemudian asalkan dijaga dengan baik musuh alami juga tumbuh dan berkembang sehingga semakin hari bukan semakin habis seperti tumpukan persediaan pestisida. Dan satu lagi, musuh alami dengan senang hati bekerja sendiri sementara kita bisa tidur nyenyak menanti hasil kerjanya.

 1.2.  Permasalahan

1. Bagaimana mengendalikan tikus yang ramah lingkungan?
2. Bagaimana mengatasi permasalahan-permasalahan pengendalian tikus dengan burung hantu?


1.3. Tujuan

1. Mengendalikan tikus yang ramah lingkungan.
2. Mengatasi permasalahan-permasalahan pengendalian tikus dengan burung hantu.


II.      TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengendalian Hama Tikus Secara Terpadu.
TIKUS termasuk hama kedua terpenting pada tanaman padi di Indonesia.Ini perlu mendapat perhatian khusus di samping hama lainnya. Karena kehilangan hasil produksi akibat serangan hama tikus cukup tinggi.

Usaha untuk mengendalikan ‘si monyong’ tikus ini sudah banyak dilakukan oleh para petani, mulai dari sanitasi,kultur teknik, fisik, cara hayati, mekanik dan kimia. Namun diakui, bahwa cara-cara pengendalian tersebut belum dilakukan secara terpadu, sehingga harapan untuk menekan populasi tikus pada tingkat yang tidak merugikan ternyata sulit dicapai.

Pengendalian hama secara terpadu (PHT) ini akan terlaksana dengan baik bila petani menghayati konsep dasarnya dan menguasai berbagai cara pengendalian ke dalam suatu program yang sesuai dengan jenis organisme pengganggu dan ekosistem pertanian di tempat tersebut.

Konsep pengendalian hama terpadu sebenarnya sudah dikenal sejak tahun 1947-an, meskipun sebelumnya penanggulangan hama dengan jalan memadukan beberapa pengendalian sudah dilaksanakan.

LANGKAH AWAL

     PHT dapat didefinisikan sebagai cara pengendalian dengan memasukkan beberapa cara pengendalian yang terpilih dan serasi serta memperhatikan segi ekonomi, ekologi dan toksikologi sehingga popilasi hama berada pada tingkat yang secara ekonomi tidak merugikan. Artinya, bahwa PHT bertujuan untuk menekan populasi hama sampai pada tingkat yang tidak merugikan, pengelolaan kelestarian alam dan optimasi produksi pertanian.

Sebelum melangkah pada usaha pengendalian tikus sawah dengan menerapkan PHT, sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu biologi dan ekologi tikus, sehingga petani akan lebih mudah meng identifikasi untuk selanjutnya dilakukan pengendalian.

Tikus termasuk ordo Rodentia, famili Muridae dan sub-famili Murinae. Dari sub-famili ini ada dua genus yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia yakni genus Mus dan Rattus.

     Pada umumnya, tikus sawah (Rattus orgentiventer) tinggal di pesawahan dan sekitarnya mempunyai kemampuan berkembang biak sangat pesat. Jika secara teoritis, tikus mampu berkembang biak menjadi 1.270 ekor per tahun dari satu pasang ekor tikus saja. Walaupun keadaan ini jarang terjadi, tetapi hal ini menggambarkan, betapa pesatnya populasi tikus dalam setahun.

     Perkembangan tikus di alam banyak dipengaruhi faktor lingkungan, terutama ketersediaannya sumber makanan, dan populasi tikus akan meningkat berkaitan dengan puncak pada masa generatif.

     Kegiatan tikus lebih aktif pada malam hari, dan kegiatan hariannya sangat teratur mulai dari mencari makanan, minum, mencari pasangan sampai orientasi kawasan. Untuk menghindari dari lingkungan yang tudak menguntungkan, tikus biasanya membuat sarang pada daerah lembab, dekat dengan sumber air dan makanan seperti di batang pohon, sela-sela batu, gili-gili irigasi, tanggul, jalan kereta api dan bukit bukit kecil.

     Petani dapat membedakan mana yang disebut tikus sawah dan mana tikus rumah. Pada umumnya, tikus sawah selain melakukan aktivitasnya di sawah, juga dapat melakukan aktivitasnya di rumah. Sedangkan tikus rumah (Rattus ratusdiardii) hanya melakukan aktivitasnya hanya di rumah saja.

     Kerusakan yang ditimbulkan oleh hama tikus dapat dilihat pada batang padi yang terpotong dan membentuk 45­0 C serta masih mempunyai sisa bagian batang yang tak terpotong. Pada fase vegetatif tikus dapat merusak 11-176 batang per malam. Sedangkan pada saat bunting, kemampuan merusak meningkat menjadi 24-246 batang padi per malam.

Sebagai binatang pengerat, tikus dalam memenuhi kebutuhan hidupnya mengerat batang padi dengan perbandingan 5:1, yakni 5 batang padi dikerat hanya untuk mengasah giginya supaya tidak tambang panjang, dan 1 batang padi di makan untuk kebutuhan hidupnya.


2.2. Klasifikasi Burung Hantu Barn Owl (Tyto alba)

Phylum: Chordata
Sub-phylum: Vertebrata
Class: Aves
Ordo: Strigiformes
Family: Strigidae
Genus: Tyto; terdiri dari 10 spesies

Tyto alba (Barn Owl) terdiri dari 35 sub spesies

Karakter morfologi Tyto alba

• Kepala besar, paruh seperti kait
• Mempunyai cakar kokoh
• Mata lebar dengan muka berbentuk cakram, membantu memfokuskan suara dating
• Sayap berbentuk bundar dan berekor pendek
• Bulu lembut, berwarna putih atau kekuningan pada bagian bawah
• Sisi atas ekor berwarna kekuningan dengan garis-garis hitam
• Pada mata bagian atas berwarna coklat

Distribusi
Genus Tyto terdiri dari 10 spesies, termasuk burung hantu dari Afrika (Grass Owl) dan Australia serta New Guinea (Masked Owl).

Distribusi burung hantu T. alba dapat dijumpai di eropa, banyak di Amerika Utara dan sebagian Amerika Selatan, menyebar mencakup sebagian Afrika, India, Asia Tenggara, Australia, dan Kepulauan Pasifik.

Penyebaran di Asia Tenggara dan Selatan meliputi India, Burma, Thailand, Kamboja, Laos,
Malaysia, Sumatera, dan Jawa.

Perilaku dan Habitat
• Aktif pada malam hari (nocturnal), bersembunyi pada siang hari
• Menghuni lubang pohon, atap gedung, jurang atau tebing karang
• Pohon atau areal pertanaman
• Tidak pernah dijumpai bersarang di atas tanah
• Dapat bersarang apa kandang buatan (gupon)
• Umumnya terbatas pada perkebunan kelapa sawit, karena kurangnya tempat cocok untuk  bersarang
• Selalu ditemukan di daerah-daerah pemukiman sekitar perkebunan kelapa sawit tradisional, jumlah rendah
• Dapat dikembangkan pada areal persawahan
• Lokasi pertanian padi, disekitarnya banyak perpohonan
• Tidak bersifat migratory
• Umumnya sebagai binatang penetap 1,6 – 5,6 km sekitar sarang

2.3.  Burung Hantu, Si Pengendali Hama Tikus

Burung Hantu dianggap menyeramkan bahkan sering dianggap membawa sial. Di beberapa tempat burung ini diburu habis karena masyarakat tidak ingin tertimpa kemalangan ataupun ingin mendapat keuntungan finansial dari burung eksotik ini.

Burung Hantu adalah burung predator yang ganas yang struktur tubuhnya membuatnya mampu selalu mengejut mangsanya.  Burung Hantu mampu mendeteksi mangsa dari jarak jauh. Burung ini pun mampu terbang cepat dengan sunyi sehingga mangsanya bisa saja tidak tahu apa yang menerkamnya.  Tetapi burung ini tidak berbahaya bagi manusia, justru sebenarnya membantu mengendalikan sejumlah hama, seperti tikus yang sangat merugikan manusia.

     Kemampuannya untuk mendeteksi mangsa dari jarak jauh dan kemampuannya menyergap dengan cepat tanpa suara serta sifatnya sebagai hewan nocturnal (mencari makan di malam hari) membuatnya menjadi predator ideal untuk tikus-tikus.

Beberapa tempat seperti di Kabupaten Agam di Sumatera Barat dan Kabupaten Jombang di Jawa Timur telah menunjukkan kesuksesan dalam mengendalikan hama tikus dengan cara membudidayakan Burung Hantu.

     Pembudidayaan yang dipantau oleh Dinas Pertanian dan Holtikultura setempat dan diikuti oleh pembangunan sarang-sarang buatan dan penangkaran ini terbukti mampu mengendalikan hama tikus dalam area persawahan yang sangat luas secara efektif dan efisien.

Sarang-sarang buatan dibutuhkan karena Burung Hantu tidak membuat sarangnya sendiri, Burung Hantu selalu merebut ataupun menempati sarang kosong milik burung jenis lain.

     Pengendalian hama menggunakan musuh alami ini memiliki banyak keuntungan. Selain tidak mengotori lingkungan dengan racun ataupun zat polutan lainnya, kemudian asalkan dijaga dengan baik musuh alami juga tumbuh dan berkembang sehingga semakin hari bukan semakin habis seperti tumpukan persediaan pestisida. Dan satu lagi, musuh alami dengan senang hati bekerja sendiri sementara kita bisa tidur nyenyak menanti hasil kerjanya.

Disebuah perkebunan di Riau, pemberantasan hama tikus dilakukan dengan cara alami. Tak ada lagi pemberantasan dengan menggunakan racun tikus. Sebagai alternatifnya digunakan burung hantu mengingat inilah hewan predator yang rajin memangsa tikus.

     Burung hantu termasuk spesies burung noctural atau beraktivitas di malam hari. Penglihatannya sangat tajam di mana dia dapat melihat mangsanya dari jarak jauh. Hidupnya berkelompok dan cepat berkembang biak. Induk burung hantu mampu bertelur 2 -3 kali dalam setahun. Sekali bertelur bisa mencapai 6 – 12 butir dengan masa mengerami selama 27 – 30 hari.

Tikus menjadi salah satu makanan spesifik burung hantu. Burung hantu dewasa bisa memangsa tikus 2 – 5 ekor tikus setiap harinya, jika tikus sulit didapat, tak jarang burung ini menjelajah kawasan berburunya hingga 12 km dari sarangnya. Hebatnya, dia memiliki pendengaran sangat tajam dan mampu mendengar suara tikus dari jarak 500 meter.

     Kelebihan sifat burung hantu seperti ini sangat membantu upaya menjadikannya sebagai pengendali hama tikus yang alami di daerah perkebunan. Burung hantu jenis Tyto alba merupakan spesies yang saat ini disebar dikawasan perkebunan di daerah Riau.

Manfaat kehadiran burung hantu ini sangat terasa dan cara ini terbilang ramah lingkungan dan saya bilang sangat efisien.

Keterbatasan dan Kesulitan Penerapan Teknologi Tikus di Lapangan

*  Keberadaan tikus di lahan garapan dianggap biasa.
* Tikus yang menghuni fasilitas umum, merupakan habitat alternatif.
*  Pengendalian belum memperhatikan perilaku, biologi, dan ekologi tikus.
*  Kegandrungan petani menggunakan racun akut.
*  Penurunan drastis populasi musuh alami oleh perburuan liar.
*  Keterbatasan sarana, tenaga, dan kemampuan untuk mengkoordinasi petani.
* Petani berlahan terbatas sangat lemah dalam membiayai keperluan pengendalian, mencari nafkah di luar bidang pertanian.
*  Petani berlahan luas bertempat tinggal jauh diluar desa.
*  Lokasi berbatu dan bertingkat/ teras disenangi tikus untuk berlindung.

Potensi Tyto alba Sebagai Agen Pengendali hayati

* Pakan yang spesifik, yaitu 98 - 99% tikus, 1 – 2% adalah mamalia lainnya seperti burung   kecil, ular, katak, jenis cecurut, dan kadal.
* Mampu mengkonsumsi tikus sampai 5 (lima) ekor per hari.



Keuntungan:

- Mampu menekan populasi tikus secara efektif.
- Tidak berdampak negatif terhadap lingkungan.
- Tidak memerlukan biaya dan tenaga yang besar serta;
 - Meningkatkan efisiensi waktu petani.

Penerapan Tyto alba Sebagai Pengendali Tikus

• Tyto alba untuk pengendalian tikus pada pertanaman padi yang dilaksanakan sejak tahun 1989 di Malaysia, dapat menekan kerugian oleh tikus dari 15 – 20% menjadi hanya 3% pada tahun 1997 dan 1998

• Penggunaan burung hantu untuk pengendalian tikus sawah sangat berhasil dilaksanakan di Cherrang Rotan, Klentan Malaysia

• Penenmpatan kotak sarang burung hantu untuk pengamanan areal pertanaman padi di 11 (sebelas) Negara Bagian Malaysia sampai tahun 1998 mencapai 3.589 kotak sarang untuk mengamankan seluas 271.242 ha atau 1 (satu) kotak sarang untuk sekitar 75 hektar areal sawah

• Di Indonesia, pemanfaatan burung hantu untuk pengendalian tikus pertama kali dilakukan di areal perkebunana kelapa sawit di Sumatera Utara dan cukup berhasil

• Selanjutnya dikembangkan untuk pengendalian tikus dibeberapa wiayah di propinsi Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Wilayah propinsi lainnya

• Walaupun jumlah dan tingkat keberhasilan secara kuantitatif kurang diketahui, namun dirasakan cukup efektif untuk mengendalikan tikus sawah

 
III.     PEMBAHASAN

3.1.  Pengendalian Tikus yang Ramah Lingkungan

Tikus merupakan hewan pengerat yang membawa petaka bagi petani. Serangan hama tikus akhir-akhir ini begitu merata di areal persawahan maupun perkebunan. Tingkat serangan akan semakin tinggi pada saat musim kemarau. Petani tidak panen dan kerugian jutaan rupiah sudah pasti.

Musuh alami tikus sudah banyak yang binasa akibat dari ulah manusia itu sendiri. Ular merupakan salah satu musuh alami yang bisa mengendalikan tikus, namun sayangnya ular banyak diburu untuk dimanfaatkan daging dan empedunya. Selain ulah manusia musuh alami juga banyak yang mati akibat penggunaan pestisida yang berlebihan sehingga mencemari air di areal persawahan maupun perkebunan.

Penggunaan rodentisida memang efektif tapi sangat berdampak kurang baik bagi lingkungan. Adapun kelemahan/kekurangan akibat penggunaan rodentisida antara lain :

1. Racun yang sangat bahaya bagi makhluk hidup lainnya (manusia dan hewan ternak)
2. Kemasan rodentisida terkadang tercecer diareal persawahan/perkebunan sehingga mencemari lingkungan.
3. Racun dapat mencemari sungai maupun perairan yang dikonsumsi oleh penduduk.
4. Bau menyengat dari tikus yang mati akibat terkena racun rodentisida
5. Kurang efektif bila areal persawahan/perkebunan sangat luas.
6. Mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli rodentisida dan ongkos tenaga kerja.
7. Hewan tikus sangat cerdik. Apabila sudah ada yang terkena racun, maka tikus lainnya akan sangat berhati-hati.

Kelemahan-kelemahan tersebut diatas perlu diupayakan alternatif lainnya yang lebih efektif dan efisien. Dari referensi yang ada menyatakan bahwa burung hantu merupakan salah satu alternatif untuk mengendalikan tikus di areal persawahan maupun perkebunan namun sayang tidak semua petani melaksanakannya karena masih adanya mitos memelihara burung hantu membuat sial dan burung hantu sudah terlanjur menyandang image yang jelek dengan nama “hantu” tersebut. Padahal burung hantu sangat efektif dan efisien dalam mengendalikan hama tikus. Naluri burung hantu membunuh tikus tidak perlu diragukan lagi. Mata yang tajam dapat memantau sampai radius 500 meter, dengan gerakan yang lincah tanpa menimbulkan suara dan cengkeraman yang mematikan sangat menakutkan bagi tikus.

Keuntungan pengendalian tikus dengan burung hantu adalah :

-          Mampu menekan populasi tikus secara efektif.
-          Tidak berdampak negatif terhadap lingkungan.
-          Tidak memerlukan biaya dan tenaga yang besar serta;
-           Meningkatkan efisiensi waktu petani.
-          Burung hantu tidak bersifat migratory/berpindah-pindah
-          Bisa dimanfaatkan oleh beberapa petani.


3.2.  Permasalahan-permasalahan pengendalian tikus dengan burung hantu

Burung hantu (Tyto alba) yang sudah terbukti efektif dan efisien mengendalikan hama tikus masih menyimpan permasalahan. Adapun permasalaha-permasalahan tersebut antara lain :

-  Kurang tersedianya burung hantu yang dihasilkan dari budidaya.
-  Harga burung hantu hasil budidaya relatif mahal (berkisar Rp. 300.000-Rp.400.000/ekor).
-  Masih adanya orang iseng untuk membunuhnya.
-  Masih melekatnya mitos kurang baik apabila pelihara burung hantu.
-  Minimnya informasi tentang manfaat burung hantu untuk mengendalikan hama tikus.
-  Peran Pemerintah yang sangat kurang dalam mendukung gerakan pemberantasan hama tikus dengan burung hantu.


3.3.   Upaya mengatasi permasalahan-permasalahan :

-  Untuk mengatasi kurang tersedianya burung hantu hasil budidaya yaitu dengan cara petani belajar kepada petani lain yang sudah bisa membudidayakan burung hantu dengan difasilitasi oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan.

-  Berhasilnya petani membudidayakan burung hantu maka akan menghemat biaya pengeluaran untuk membeli burung hantu.

- Petani bersama-sama instansi terkait memberikan penyuluhan kepada warga setempat untuk tidak membunuh burung hantu karena dimanfaatkan untuk mengendalikan hama tikus. Perlunya dibuat peraturan daerah untuk melindungi keberadaan burung hantu dan sangsi yang berat bagi yang melanggarnya.

- Untuk mengikis mitos yang menyesatkan maka tugas para ulama dan ustad untuk menjelaskan bahwa kita tidak boleh percaya dengan mitos yang menyesatkan dan dikembalikan semuanya kepada Allah SWT.

- Media masa maupun elektronik juga diminta peran aktifnya untuk memberikan informasi mengenai manfaat burung hantu didalam mengendalikan hama tikus yang ramah lingkungan dan membantu petani kita.

- Bagaimanapun juga peran serta Pemerintah sangat diharapkan. Seharusnya Pemerintah Daerah melalui Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan mengupayakan anggaran untuk membudidayakan burung hantu secara besar-besaran yang kemudian dibagikan secara gratis kepada petani untuk mengendalikan hama tikus.

By Latief Imanadi (Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya)
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Post

Ini adalah konten dari artikel terbaru
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Portal Pertanian Juwiring - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger